Perbincangan di salah satu
kantin di Kota Kediri sekitar pukul
10.00 kemarin tiba-tiba menghangat. Itu terjadi saat seorang teman tiba-tiba
menunjukkan foto stiker di ponsel yang berisi tulisan "...adalah
penghancur Persik".
Komposisi
warna stiker itu memang cukup mencolok. Didominasi warna hijau dan merah.
Ditambah tulisan yang bernada provokasi, mata yang memandang setidaknya akan
berminat untuk melanjutkan membaca. Bagi yang sangat tertarik, akan
mengabadikannya. Setidaknya seperti yang dilakukan teman saya itu.
"Suasanane wis panas. Mulai akeh black campaign
(suasananya sudah panas. Mulai banyak yang kampanye hitam)," kata teman
itu tersenyum sambil menunjukkan gambar yang baru dijepretnya dengan kamera
ponsel.
Berbagai
tanggapan langsung muncul setelah foto itu diperlihatkan. Satu teman lainnya langsung
menimpali. Dia mengaku sudah melihat stiker itu sejak Jumat (02/11) lalu. Satu
teman lainnya justru mengaku melihat pria sedang membagi-bagikan stiker itu.
Saya
yang kemarin siang tengah konsentrasi menyantap menu lodeh plus telor dadar
sebagai sarapan pagi tak betah untuk tak menimpali. Kantin itu pun langsung
berubah jadi forum diskusi tak resmi.
Pemilihan
Wali Kota (Pilwali) Kota Kediri baru akan berlangsung 29 Agustus 2013 nanti.
Kegiatannya berbarengan dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim.
Tetapi, gaduhnya sudah terasa sejak awal 2012.
Peredaran
stiker yang dicap sebagai black campaign
itu semakin menambah panas cuaca Kota Kediri yang memang belum diguyur hujan
deras hingga kemarin.
Black campaign
bukan hal baru. Hampir di setiap ajang pemilihan umum (pemilu), selalu ada saja
tim yang memilih cara ini untuk mempengaruhi persepsi masyarakat dalam memilih
kandidat. Setidaknya, pada pilwali 2008 lalu juga ada salah satu kandidat yang
terserang black campaign.
Entah,
black campaign yang mengusung isu
korupsi itu efektif atau tidak, tetapi kandidat yang terserang black campaign itu akhirnya tak bisa
memenangi pilkada. Sebaliknya, dalam pilkada DKI Jakarta Oktober lalu, pasangan
Jokowi-Ahok yang diserang black campaign
secara bertubi-tubi nyatanya bisa mengungguli Fauzi Bowo sebagai incumbent.
Ibarat
dua sisi mata uang, kampanye hitam memang memberikan peluang untuk mempengaruhi
persepsi masyarakat. Apalagi, jika isu yang diangkat menyangkut hajat hidup
orang banyak plus dilengkapi dengan data-data yang akurat untuk menyerang
lawan.
Tetapi,
seringkali black campaign malah
berubah menjadi kekuatan bagi pihak lawan karena isu-isu yang dilontarkan
kurang mengena. Dampaknya, masyarakat justru menaruh simpati karena menganggap
kandidat itu menjadi korban fitnah dan perlakuan yang tidak adil.
Bagaimana
dengan isu Persik yang disebut dalam stiker yang marak beredar mulai kemarin?
Sebagai kandang Macan Putih, saya yakin tak sedikit warga Kota Kediri yang
mencintai klub kebanggaan Kediri
ini. Prestasinya yang beberapa tahun lalu sempat moncer hingga terus tenggelam
karena alasan minimnya anggaran pasti menjadi perhatian khusus bagi mereka.
Seberapa
banyak? Saya tidak bisa menghitung secara pasti. Tetapi, Persik pernah
dijadikan ikon dalam pilwali 2008 lalu. Hasilnya, kandidat tersebut juga belum
bisa unggul meski hanya kalah tipis.
Bagaimana
dengan pilwali 2013 nanti? Sebagai orang yang tak memahami teori politik plus
strategi pemenangan, saya memang tak bisa memprediksi. Tetapi, sebagai orang yang
selama beberapa tahun terakhir memotret kehidupan masyarakat Kediri dalam berbagai reportase, timbul rasa
keprihatinan yang mendalam.
Hiruk
pikuk situasi yang terjadi sekarang seolah menunjukkan pilwali yang baru akan
digelar Agustus 2013 nanti itu, akan digelar besok. Semua perbincangan di
tingkat warung kopi, RT, sampai ke forum resmi pun berujung ke pilwali.
Setiap
moment digunakan semua pihak untuk meraup keuntungan masing-masing. Kemasannya
juga beragam. Alasannya, aji mumpung menjelang pilwali.
Penggalangan dukungan juga
terjadi di mana-mana.
Tak
hanya di kalangan masyarakat. Tetapi juga di kalangan birokrasi. Ada seorang teman yang
sampai bingung menempatkan diri. Pergi ke kanan kasihan dengan teman. Pindah ke
kiri takut tak mendapatkan posisi.
Belum
lagi mereka harus berdebar-debar dengan acara rutin mutasi. Pemberitahuan
melalui pesan pendek yang terkadang bisa menjungkir balikkan karir mereka.
Dengan
berbagai fenomena itu, saya melihat black
campaign yang sekarang sudah mulai muncul itu dilakukan karena semakin
tingginya tembok yang dibangun sebagai sekat. Bisa jadi, cara itu ditempuh
karena cara lain dianggap tak ada cara lain lagi yang paling efektif.
Satu
hal yang seharusnya dipahami oleh para kandidat yang hendak maju dalam pilwali.
Jangan pernah beranggapan masyarakat itu terlalu bodoh dengan memilih kandidat
tertentu hanya karena diberi beras, uang, dan kemudahan lainnya.
Meski perilaku pragmatis tak terelakkan lagi, tetapi
masyarakat masih mempunyai nurani. Cara-cara yang santun tentu akan lebih
mengundang simpati bagi masyarakat yang masih mempunyai hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar